EFIKASI DAN KEAMANAN VAKSIN COVID-19
Pandemi Covid-19 sudah berjalan hampir 2 tahun dan belum ada obat yang benar-benar manjur dan efektif. Vaksin menjadi salah satu perisai untuk menurunkan jumlah infeksi Covid-19. Indonesia telah memulai program vaksinasi Covid-19. Lalu, bagaimana pengembangan vaksin Covid-19?
Pengembangan vaksin secara umum pada tahap ‘’Classical Vaccines’’ dimulai dari uji preklinik dalam waktu 18-30 bulan, dilanjutkan uji fase I yang disebut dozens volunteers selama 30 bulan, uji fase II hundreds of volunteers selama 32 bulan, uji fase III atau thousand of volunteers selama 30 bulan, sampai pada di setujui (approval), di buat (manufacture), dan jadilah sebuah vaksin (vaccination) selama 12 sampai 24 bulan. Sedangkan tahap pengembangan vaksid Covid-19 dimulai dari uji preklinik (0 tahun), di lanjukan pada uji fase I dan fase II selama 6 bulan, uji fase III (0 bulan), sampai pada tahap disetujui, dibuat dan menjadi sebuah vaksin (billions of doses/individuals) selama 6 bulan. Jika dibandingkan pengujian vaksin pada masa klasik dan saat ini yaitu vaksin Covid-19, maka vaksin pada era pandemik lebih singkat pengembangannya karena berbagai macam faktor.
Percepatan pengembangan vaksin pada paradigma tradisional atau klasik membutuhkan waktu bertahun-tahun. Keputusan dilanjutkan atau tidaknya investasi terhadap kandidat vaksin dengan cara identifikasi target, pemilihan partner pengembang, dan uji preklinik. Uji klinik pertama pada manusia termasuk dalam uji fase I dimana produksi skala kecil akan dimulai. Pengujian efikasi atau kemanjuran pada manusia dalam uji fase IIa, evaluasi uji klinis pada manusia dalam fase III. Antara uji fase IIa dan fase III atau disebut ‘’Scale-up’’, produksi skala komersial dan dilakukan validasi proses, dan selanjutnya produksi skala besar dilakukan sampai mendapat izin edar.
Pengembangan vaksin sebagai respon terhadap pandemi mengalami percepatan karena fase-fase penelitian yang overlapping dan adanya kemungkinan penggunaan secara emergency (EUA) jika hasil klinis memenuhi beberapa persyaratan tertentu. Paradigma pandemi. Keputusan dilanjutkan atau tidaknya investasi terhadap kandidat vaksin dengan cara identifikasi target, pemilihan partner pengembang, dan uji preklinik sama seperti pada paradigma tradisional. Uji klinik pertama pada manusia (program pengembangan klinik) untuk menilai keamanan (safety) dan pemilihan dosis, dilanjutkan dengan pengujian kemanjuran (efficacy) serta alur regulator untuk EUA untuk memastikan keamanan dan kemanjuran dari sebuah vaksin.
Emergency Use Authrization (EUA) adalah persetujuan penggunaan obat selama kondisi kedaruratan kesehatan masyarakat untuk obat yang belum mendapatkan izin edar atau obat yang telah mendapatkan izin edar tetapi dengan indikasi penggunaan yang berbeda (indikasi baru) untuk kondisi kadaruratan (emergency) kesehatan masyarakat. Peraturan Badan POM No 27 tahun 2020 menyebutkan pengecualian obat yang beredar tanpa izin edar adalah pemasukan obat untuk penggunaan khusus dan penggunaan darurat obat selama kondisi kedaruratan kesehatan masyarakat.
Kriteria persetujuan EUA meliputi telah ditetapkan keadaan kedaruratan Kesehatan masyarakat oleh pemerintah, terdapat cukup bukti ilmiah terkait aspek keamanan dan khasiat dari obat untuk mencegah, mendiagnosa, atau mengobati penyakit. Obat harus memiliki mutu yang memenuhi standar yang berlaku dan dibuat dengan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Obat memiliki kemanfaatan lebih besar daripada risiko berdasarkan kajian dan non-klinik dan klinik obat untuk indikasi yang diajukan dan belum ada alternatif penatalaksanaan yang memadai dan disetuji untuk diagnosa, pencegahan atau pengobatan penyakit.
Data khasiat dan keamanan vaksin Covid-19 untuk EUA berupa data preklinik dan uji klinik. Data uji preklinik seperti data uji imunogenitas (misal karakterisasi Nab dan uji potensi adjuvant bila menggunakan adjuvant) pada model hewan. Uji toksisitas dosis tunggal dan dosis berulang pada minimal dua dosis spesies hewan. Pada data uji klinik termasuk data uji klinik fase I tentang keamanan dan imunogenitas minimal 6 bulan, data uji klinik fase II untuk keamanan dan imunogenitas dengan waktu minimal 6 bulan, dan data uji klinik fase III atau disebut interim keamanan, kemanjuran, dan imunogenitas selama 3 bulan. Persyaratan EUA dari WHO adalah minimum data interim 3 bulan dengan efikasi vaksin 50% dan uji klinik dilanjutkan sampai 6 bulan. Evaluasi dilakukan berdasarkan pertimbangan analisis kemanfaatan yang lebih baik dibandingkan risikonya.
Kandidat pada fase klinik membutuhkan sebuah platform sehingga nantinya akan mendapatkan bentuk vaksin yang diinginkan. Contohnya protein subunit, viral vector (non replikasi), DNA, virus di inaktivasi, RNA, viral vector, virus like particle, VVr ditambah antigen presenting cell, live attenuated virus, VVnr ditambah antigen presenting cell. Masing-masing kandidat dengan no 20, 10, 8, 9, 7, 3, 2, 2, 1, dan 1 dengan persentase berturut-turut adalah 32%, 16%, 13%, 14%, 11%, 5%, 3%, 3%, 2%, dan 2%.
Kandidat RNA misalnya, sudah ujicoba preklinik sebanyak 26 kali, pada fase I sebanyak 2 kali, fase I atau II sebanyak 2 kali, fase II sebanyak 1 kali, dan fase III sebanyak 2 kali yang dilisensi oleh BioNech/Fosun/Pfizer dan Moderna/NIAID dari kandidat DNA dilakukan uji preklinik sebanyak 15 kali, masuk pada uji fase I sebanyak 2 kali, uji fase I dan fase II sebanyak 5 kali tanpa melalui fase III. Kandidat virus yang di inaktivasi melalui uji preklinik sebanyak 8 kali tanpa uji fase I dan fase II sebanyak 2 kali, uji fase II sebanyak 2 kali, dan uji fase III sebanyak 4 kali dilisensi oleh Beijing Institue atau yang paling dikenal adalah Sinopharm, Wuhan Institue atau Sinopharm, Bharat Institue atau ICMR, dan Sinovac Biotech atau Institue Butantan. Kandidat dari RNA, DNA, dan virus yang di inaktivasi sekarang dikenal banyak di Indonesia seperti Pfizer, Moderna, Astrazeneca, Sinopharm, dan Sinovac. Vaksin Moderna dan Astrazenca banyak diberikan sebagai dosis Booster, sedangkan Sinopharm dan Sinovac digunakan dalam dua dosis terbagi. Booster dilakukan setelah satu seri selesai, antibodi sudah menurun, kemudian dilakukan vaksinasi ulang. Booster biasanya hanya 1 kali dosis. Dalam satu seri terdapat dua dosis vaksin dengan tujuan agar efek tercapai secara optimal.
Pengembangan dan pembuatan vaksin Sinovac dari jenis kandidat vaksin yang di inaktivasi dengan timing of doses adalah 14 hari, vaksin Sinopharm dari jenis kandidat vaksin di inaktivasi dengan timing of doses adalah 21 hari, vaksin astrazenaca dari jenis kandidat vaksin ChAdOx1-S rute, vaksin Moderna dari kandidat vaksin LNP-encapsulated mRNA selama 28 hari adalah timing of doses dan vaksin Pfizer dari kandidat 3 LNP-mRNAs selama 28 hari. Dari semua vaksin diberikan melalui rute secara intramuskular.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No HK.01.07/MENKES/9860/2020 tentang Penetapan Jenis Vaksin Untuk Pelaksanaan Vaksinasi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) menetapkan jenis vaksin yang diproduksi oleh PT Bio Farmas (Persero), Astrazeneca, China National Pharmaceitical Group Corporation (Sinopharm), Moderna, Pfizer Inc. and BioNTech, dan Sinovac Biotech Ltd, sebagai vaksin Covid-19 yang dapat digunakan untuk pelaksanaan vaksinasi di Indonesia.
0 Comments