PROFESIONALITAS DALAM PENDIDIKAN DAN PEKERJAAN KEFARMASIAN
Perjalanan pendidikan seorang farmasis dimulai dari strata SMK farmasi yang setara dengan SMA pada umumnya, ahli madya farmasi, sarjana farmasi, dan profesi apoteker atau ke jenjang studi yang lebih tinggi lagi. Keahlian farmasi yang dumulai dari SMK farmasi akan memberikan kemudahan ketika melanjutkan ke institusi atau universitas karena sudah dibekali ilmu pengetahuan dari bidang farmasi sebelumnya. Seorang farmasi dari pendidikan ahli madya dengan program pendidikan selama 3 tahun dapat meneruskan ke program sarjana farmasi ditambah waktu tempuh pendidikan selama 4 semester (2 tahun). Farmasi yang dengan kategori pendidikan tersebut sama seperti seorang SMK farmasi yang melanjutkan akademik ke tingkat universitas dengan keahlian yang lebih mapan jika dibandingkan dengan seorang dari lulusan SMA dari bidang ilmu pengetahuan alam atau bidang lainnya.
Farmasi dari lulusan SMK dibekali ilmu farmakologi, farmakognosi, tanaman obat Indonesia, kimia farmasi, dasar-dasar kefarmasian, manajemen muru produk, teknik pembuatan sediaan obat, dan pelayanan farmasi. Keterkaitan kurikulum yang diberikan saat berada di sekolah menegah kejuruan farmasi akan mengarahkan seorang farmasi ke tingkat yang lebih tinggi jika memilih jurusan farmasi saat beada di tingkat universitas. Dengan materi ajar yang sudah didapat tidak akan menyulitkan di masa pendidikan pada program ahli madya maupun sarjana farmasi karena lingkup bahan ajar yang diberikan pada studi sebelumnya merupakan dasar-dasar dari ilmu farmasi, namun dalam batasan materi ajar yang masih standar.
Pada program pendidikan ahli madya banyak mempelajari ruang lingkup farmasi yang lebih mendalam dengan macam-macam teori dan praktikum yang diberikan berdasarkan kurikum seperti teknologi sediaan steril, teknologi sediaan solid dan semisolid, farmasetika dasar, farmakologi dasar, pengantar farmasi klinik, farmasi rumah sakit, manajemen farmasi, farmakognosi, komunikasi farmasi, farmasi fisika, kimia farmasi, kimia organic, fitokimia, biokimia, mikrobiologi dan parasitologi, pemasaran farmasi, dan di tambah beberapa macam praktikum. Tentunya dari banyak jenis mata kuliah yang diajarkan seorang farmasi yang akan merencanakan pada program sarjana atau biasanya disebut program farmasi transfer dari D3 ke S1 farmasi akan melancarkan selama proses perkuliahan pada jenjang sarjana nantinya. Perbandingan farmasi regular (dari Pendidikan SMA) dan farmasi transfer (dari D3 farmasi) adalah terletak pada keahlian, keaktifan, kecerdasan, dan bekal yang dimiliki. Farmasi transfer pastinya lebih tanggap dan lebih mudah menerima ilmu yang diajarkan pada saat perkuliahan. Pengalaman yang dimiliki dari pendidikan sebelumnya membuat farmasi transfer mempunyai daya tangkap yang lebih cepat, tingkat pengetahuan yang lebih tinggi, kemauan, kemandirian, kerja keras dan berusaha lebih professional untuk mendapatkan ilmu selama pendidikan.
Farmasi dari program pendidikan selama 3 tahun (D3) mendapat lebih banyak pengalaman dimata kuliah praktikum, praktek kerja lapangan, sehingga pada saat di bangku pendidikan sarjana terlihat lebih fasih dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan dalam pendidikan farmasi lainnya. Dilihat dari perbandingan antara farmasi regular dan farmasi transfer tidak menutup kemungkinan seorang farmasi dari pendidikan sebelumnya di SMA akan kalah dalam hal akademik dan praktikum. Kedisipilan, ketangguhan, semangat, dan mau belajar dengan giat akan membawa dampak yang baik selama proses perkuliahan. Jika tidak ada kemauan untuk belajar dan menggali ilmu, maka pemahaman tidak akan mudah didapati.
Sarjana farmasi menempuh pendidikan selama 8 semester atau 4 tahun dan jika indeks IPK tinggi keberuntungan akademik akan mengurangi jumlah total semester yang ditembuh menjadi lebih cepat, yaitu selama 3,5 tahun atau 7 semeter. Kurikulum yang didapat tentunya akan lebih banyak dibandingkan pada saat dibangku sekolah menengah kejuruan farmasi dan pada program pendidikan ahli madya farmasi. Dengan mata kuliah yang ditawarkan lebih banyak, termasuk mata kuliah umum dan mata kuliah pilihan beserta mata kuliah tambahan diluar bidang farmasi misalnya pendidikan dasar matematika, pendidikan agama dan kewarganegaraan, dan mata kuliah dasar lainnya. Jumlah jam praktikum yang lebih banyak, praktek kerja lapangan di apotek dan rumah sakit, kuliah kerja nyata, dan mata kuliah pokok dalam ilmu farmasi yang lebih luasa dan beragam. Dalam program sarjana terdapat lebih banyak bidang farmasi yang bisa dipilih seperti kimia farmasi, biologi farmasi, teknologi farmasi, farmasi social, farmasi komunitas, manajemen farmasi, dan farmasi klinis.
Praktek kerja lapangan (PKL) atau biasa disebut praktek belajar lapangan (PBL) di apotek dan rumah sakit untuk mengasah kemampuan seorang farmasi dalam mempelajari ilmu secara langsung yang dapat dinilai dari produk farmasi atau dari pasien. Praktek kerja lapangan diapotek untuk mengenali bagaimana farmasi berkomunikasi kepada pasien melalui swamedikasi dengan cara memberikan informasi dan edukasi terkait obat yang dibeli atau dari rekomendasi farmasi, juga mengamati manajemen perapotekan seperti perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pemusnahan, pengendalian, pencatatan, dan pelaporan. Praktek belajar di rumah sakit tidak hanyak mempelajari bidang manajemen farmasi, tetapi juga pelayanan kefarmasian seperti pengkajian resep, dispensing sediaan steril, pelayanan informasi obat (PIO), konseling, pelayanan kefarmasian dirumah (home pharmacy care), visite, rekonsiliasi obat, pemantauan terapi obat (PTO), monitoring efek samping obat (MESO), dan evaluasi penggunaan obat (EPO).
Seorang farmasi dalam pendidikan ahli madya harus menyelesaikan tugas akhir yaitu karya tulis ilmiah (KTI), sedangkan pada program sarjana farmasi dengan tugas akhir skripsi pada tingkat yang lebih sulit. Pengambilan tema skripsi berdasarkan bidang dosen pembimbing skripsi seperti yang disebutkan diatas. Data penelitian nantinya diperoleh berdasarkan metode penelitian misalnya studi eksperimental, non eskperimental, observasional dan lainnya. Penelitian bersifat kualitatif dan kuantitatif, dengan subyek penelitian diambil dari responden manusia sehat maupun sakit, dapat menggunakan hewan uji, menguji bahan-bahan kimia, bahan alam, zat aktif dan produk jadi lainnya. Instrumen penelitian dapat diambil menggunakan kuesioner, data rekam medis pasien, survey langsung, wawancara, mengambil sampel berupa darah dan cairan lainnya dari hewan uji atau manusia.
Setelah mendapatkan gelar sarjana farmasi, farmasi harus mempunyai sertifikat kompetensi agar dapat bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan, pabrik industri, pusat pemerintahan, pengembangan obat tradisonal, dan pekerjaan dalam bidang yang serumpun. Farmasi dengan gelar S.Farm masih dianggap asisten apoteker atau tenaga teknis kefarmasian (TTK). Untuk mendapatkan gelar (apt), seorang sarjana farmasi wajib melanjutkan pada program profesi apoteker (PSPA) dengan waktu tempuh pendidikan selama 1 tahun atau 2 semeter. Calon farmasi muda sebelum menjadi apoteker akan menjalankan pekerjan kefarmasian di apotek, rumah sakit, puskesmas, pabrik obat, dinas kesehatan, BPOM atau yang biasa disebut praktek kerja profesi apoteker (PKPA). Nantinya calon farmasi muda akan melaksanakan ujian kompetensi apoteker Indonesia (UKAI) untuk mendapatkan gelar atau sebagai syarat lulus. Sebelumnya calon farmasi harus mengikuti ujian komprehensif dan objective structured clinical examination (OSCE) sebagai proses salah satu untuk mendapatkan gelar juga. Setelah lulus farmasi akan disumpah untuk melaksakan pekerjaan kefarmasian berdasarkan PERMENKES No 72, 73, dan 74 tahun 2016 berturut-turut tentang standar pelayanan kefarmasian di di rumah sakit, di apotek, dan di puskesmas sehingga farmasi menjadi seorang yang professional dalam bidang Kesehatan yang dapat meningkatkan kepatuhan, kualitas hidup, keamanan, kemanjuran, efektivitas, dan pemilihan obat yang sesuai, terjangkau, dan murah.
0 Comments